#stories ~ 21 Jun 2017

100 Hari Bersama Indonesia Mengajar – Bagian 3 [GIM]


Selayang Pandang IM

Hari pertama saya tiba di kantor IM dan melakukan office tour, langsung muncul dua pertanyaan di kepala: “Kenapa semuanya masih muda-muda?” dan “Yang lain mana?” Pertanyaan pertama ada sebab selain ketua, direktur eksekutif dan officer GA, semua yang saya temui di sana saya yakin masih di bawah 30 tahun. Sementara pertanyaan kedua muncul karena mengetahui IM sebagai gerakan kerelawanan terbesar ke-4 atau 5 di Indonesia, saya membayangkan akan memasuki kantor yang crowded, ternyata tidak.

Belakangan kedua pertanyaan itu terjawab dari beberapa obrolan. Kenapa officer-nya muda semua, karena memang kebutuhan kerja IM cukup dinamis, sehingga butuh orang-orang muda yang enerjik dan bisa bekerja secara fleksibel. Bisa saya bilang, saya cukup familiar dengan lingkungan seperti itu, sebab punya banyak kemiripan dengan coworking space yang sering saya kunjungi di Surabaya atau Jakarta tempat banyak anak muda bekerja di dunia startup. Sedangkan pertanyaan kedua, tentu saja jawabannya adalah efisiensi, tetapi banyak sekali bagian kegiatan IM yang dijalankan oleh para penggerak dan relawan.

Secara tidak langsung membuat saya sadar, bahwa organisasi besar tak bisa dihitung hanya dari seberapa banyak orang yang terlibat langsung dan bergerak, tapi juga dari seberapa besar dampak –orang-orang yang ikut mengusung dan tergerak.

Catatan Samping: Memilih Indonesia Mengajar daripada Maudy Ayunda
Oke, judul ini memang berlebihan, but it was kinda true. Kita tak bisa benar-benar mengapresiasi sesuatu tanpa mengetahui konteksnya, bukan begitu? Maka biarkan saya mengangkat sedikit konteks.
*
Masih ingat sekitar awal Februari saya mengunggah foto rapat #KejarMimpi bersama Maudy Ayunda yang saya ambil secara sembunyi-sembunyi –barangkali kita sudah berteman di Instagram? Yang diri ini segitu noraknya karena ngefans sebab berbagi tanggal-bulan ulang tahun yang sama. Maafkeun.
Itu adalah salah satu perks jadi intern di Marketing Communication bank CIMB Niaga, yang sempat saya ambil sebelum semester genap lalu berjalan, lalu saya tinggalkan untuk bergabung dengan Indonesia Mengajar. Bisa saya sebutkan satu per satu untungnya bekerja di sana, seperti kantornya yang bagus, tunjangan, lahan belajar skala nasional, plot untuk langsung ke program MT, sampai pemandangan sejuta dolar kota Jakarta dari ruang kerja lantai 26 Menara Sentraya. Tapi begitu saya menerima telepon dari Indonesia Mengajar –berikutnya kita singkat saja IM, bahwa saya diterima untuk membantu di sana, saya langsung mengajukan pengunduran diri, disetujui, dan tak pernah datang lagi ke kantor keesokan harinya.
Guess who still couldn’t move on from being a social worker? Still in love with education?

Tebak Siapa yang Belum Bisa Move On dari Dunia Sosial

Lantas kenapa? Padahal tempat sebelumnya tak ada buruk-buruknya. Pekerjaan pun tak ada susah-susahnya –menantang, iya, susah, tidak. Alasannya karena minat, sebagaimana yang saya jelaskan di Bagian 1 – Intro.
Bagi sebagian orang mungkin bekerja di perbankan atau tempat kerja yang nyaman jadi impian, tapi untuk sebagian orang yang lain, terutama yang sudah merasakan sehari-harinya di sana, tidak juga. Selama di CIMB saya membantu di tim yang menangani proses produksi dan manajemen materi-materi pemasaran perusahaan untuk seluruh Indonesia. Dari sekadar editing materi iklan yang akan tayang di kantor-kantor cabang di pulau Jawa, sampai menyusun strategi kerjasama dengan kelompok profesional asing untuk diajukan ke manajer. Benar-benar lahan belajar yang menarik.
Setidaknya ada 2 proyek besar sepanjang tahun 2017 yang melibatkan tim tempat saya di sana ketika itu: IndoBuild Tech 2017, pameran industri konstruksi level Asia Tenggara dengan perusahaan sebagai official banking partner, dan #KejarMimpi, serangkaian kegiatan pemasaran tertarget untuk segmen nasabah muda dengan Maudy Ayunda sebagai wajahnya/brand ambassador. Beruntungnya saya, dari tim yang dibagi fokus untuk mempersiapkan dua proyek tersebut, saya masuk di tim yang mempersiapkan marketing campaign #KejarMimpi bersama si Maudy.
Tapi tetap saja, kesempatan belajar dan bekerja yang arguably semenarik itu saya tinggalkan untuk mencoba belajar di IM. *Terima kasih untuk AB, orang terdekat saya yang ketika itu jadi teman diskusi sebelum saya mengambil keputusan.

Setelah melewati ujian lagi pasca interview, maka dimulailah hari pertama saya di Indonesia Mengajar.

***

Saya beruntung sebab hari pertama saya ke kantor, bertepatan dengan rapat seluruh officer untuk membahas strategy map di awal tahun 2017. Rapat itu membantu saya mempelajari secara makro tentang visi-misi hingga program yang dijalankan IM, termasuk pihak-pihak yang membantu terlaksananya kerja IM selama ini. Tapi tulisan ini tak akan menjadi tempat saya menjelaskan apa itu IM secara panjang lebar, cukup sekilas saja, profil lengkapnya bisa dipelajari di website IM.

Saya tahu tentang IM dari ketika saya SMA. Terutama saya paling banyak belajar tentang filosofi, tujuan, serta apa yang dikerjakan oleh IM adalah dari talk TEDxJakarta yang dibawakan oleh Bapak Anies Baswedan yang saya tonton 3 tahun yang lalu. Dari mengetahui apa yang sedang mereka perjuangkan, sebenarnya ada saja orang-orang biasa seperti saya yang jauh dari ibukota tapi ingin terlibat dalam apa yang mereka kerjakan. Kesempatan paling dekat adalah ketika sempat ada Kelas Inspirasi di Universitas Negeri Malang, tapi ketika itu saya lulus saja belum, jadi belum bisa bergabung. *Tapi tanpa banyak rencana ternyata pada akhirnya sembari saya di UI saya bisa membantu IM di kantornya secara langsung.

Mengutip dari Buku Panduan Pengajar Muda, visi IM adalah “Indonesia Mengajar adalah gerakan, upaya mengajak semua pihak untuk turun tangan menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia.” Lebih jauh, IM memiliki 3 misi: (1) Mendorong perubahan perilaku pendidikan yang lebih baik dan berkelanjutan di entitas sasaran; (2) Membangun jejaring pemimpin muda yang memiliki kompetensi kualitas global dengan pemahaman akar rumput; (3) Mendorong tumbuhnya gerakan sosial pendidikan di Indonesia. Dalam melaksanakan visi-misi tersebut, IM memiliki 5 pendekatan program, yakni: fokus pada perubahan perilaku, mengirim orang sebagai strategi utama, melibatkan semua pihak untuk ikut bergerak, bekerja intensif dan jangka panjang, serta pengembangan kompetensi kepemimpinan.

Filosofi itulah yang mendasari program pengiriman Pengajar Muda menjadi salah satu program utama IM sejak angkatan pertama di tahun 2010. Pada bagian paling dasar, program tersebut tak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di pelosok dengan mengirimkan tenaga didik dari lulusan terbaik Indonesia, tetapi juga memfasilitasi para pelaku pendidikan di daerah untuk bersama memajukan proses pengelolaan pendidikan. Di sisi para Pengajar Muda, proses penempatan di daerah selama setahun adalah sebuah proses panjang melatih kepemimpinan, agar setelah terdidik secara akademik, juga memiliki pemahaman akar rumput dengan sangat baik.

Dalam perjalanannya, IM tak hanya berhasil menempatkan 14 angkatan Pengajar Muda di 24 kabupaten, tetapi juga membantu melahirkan beberapa gerakan kependidikan di 140 kota/kabupaten di Indonesia. Sebut saja Kelas Inspirasi, tempat para profesional berkesempatan mengajar sekaligus membantu guru dan sekolah untuk mengenalkan beragam jenis profesi kepada para siswa; Indonesia Menyala, gerakan peningkatan minat baca yang melibatkan orang tua, guru dan lingkungan; Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM), ruang masyarakat umum dapat terlibat secara langsung untuk membantu pendidikan di daerah dengan mengumpulkan buku dan membuat alat peraga pendidikan untuk kemudian dikirimkan ke daerah-daerah; Ruang Berbagi Ilmu (RuBI), aktivitas pelatihan dan penampingan untuk meningkatkan kapasitas penggerak pendidikan di daerah; Ruang Belajar (RuBel), wadah dokumentasi metode-metode mengajar kreatif dari penjuru nusantara; serta beberapa inisiatif gerakan pendidikan lain.

Kabar baik yang lain, selain capaian-capaian gerakan pendidikannya, IM ternyata adalah organisasi yang punya prestasi dalam hal akuntabilitas. IM selama 7 tahun berturut-turut berhasil mendapatkan predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), sebuah penilaian audit tertinggi, yang dilakukan oleh firma akuntan terkemuka PwC. Saya tahu di luar sana banyak organisasi non-profit yang kurang amanah, yang memanfaatkan dana atau dukungan dari masyarakat untuk kepentingan yang tidak dilaporkan. Tapi selama di IM saya menyaksikan sendiri bagaimana dukungan mitra dikelola dengan baik. Jadi jika kalian menyalurkan iuran publik untuk IM dan Pengajar Muda di daerah, kalian bisa tenang sebab dukungan kalian tiba di tangan yang tepat. Dan semoga hal ini bisa diteladani oleh oleh organisasi-organisasi sosial yang lain.

*

Tak hanya beruntung datang di hari pertama yang bertepatan dengan rapat strategis, keseluruhan semester kemarin bersama IM juga adalah rentang waktu yang tepat sekali untuk melihat beberapa project yang mengayakan pengalaman. Sebab selain beberapa pekerjaan paperworks, riset dan teknis lainnya, saya sempat terlibat di beberapa bagian 3 project besar: Festival Ikut Bekerja, acara kerja bakti di mal untuk mengumpulkan donasi buku dan merangkai alat peraga pendidikan untuk dikirimkan ke perpustakaan di 24 kabupaten Indonesia –sekaligus berhasil meraih rekor MuRI untuk banyaknya Surat Semangat yang ditulis kepada anak-anak di daerah; Pelatihan Pengajar Muda XIV; dan Indonesia Mengajar Pamit, acara penanda selesainya kerja 5 tahun IM di daerah penempatan yang melibatkan relawan untuk berkunjung langsung, merasakan interaksi dan membuat dokumentasi.

Dalam kurun waktu itu saya jadi tahu siapa saja pihak-pihak yang membuat program-program IM berjalan, yang saya sempat berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung.

Apresiasi Tertinggi untuk Para Penggerak dan Pendukung

Sebenarnya ada banyak cerita yang berharga untuk dibagikan, seperti Festival Ikut Bekerja yang ramai sekali melibatkan banyak relawan, juga kedatangan teman-teman dari Columbia University yang penelitiannya terhadap RuBI (Ruang Berbagi Ilmu) sayang sekali untuk dilewatkan. Tapi saya pikir daripada bercerita terlalu spesifik, saya lebih ingin mengangkat tentang pihak-pihak yang selalu ikut bekerja tetapi tak sesering PM dalam penyebutan.

Mereka adalah pihak-pihak yang tanpa mereka, PM dan officer IM sendirian tak akan bisa mewujudkan visi-misi program seperti sekarang. Mereka yang membantu semuanya menjadi mungkin. Para penggerak dan relawan, yang selalu meluangkan tenaga dan waktu. Juga mitra perusahaan, yang mendukung IM dalam banyak rupa –dana, jasa, hingga barang-barang berguna. Kepada semuanya, dari ibukota sampai yang berada di desa. Dari yang sendirian juga yang berjuang di keramaian. Saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi tertinggi.

Poin saya adalah, jika berikutnya kita melihat di media sosial bahwa IM punya laporan dan/atau capaian perubahan yang lain, saya ingin kita mengingat bahwa itu merupakan wujud kerja banyak pihak, kolaborasi semua pihak. Boleh jadi Pengajar Muda adalah wajah dari IM, tapi kita harus tahu bahwa mereka tak bekerja sendiri, di baliknya ada ribuan keterlibatan. Dari mereka yang masih pelajar sampai perusahaan besar, dari yang membantu tenaga sampai yang berupa dana. Bahkan karena IM tak mungkin menjangkau setiap dari kita dan IM juga bukan satu-satunya gerakan sosial pendidikan di Indonesia, asalkan ada niatan semua pihak bisa mengambil peran untuk memajukan pendidikan. Sebab seperti dalam visinya, IM adalah gerakan, “upaya untuk mengajak semua pihak untuk turun tangan menyelesaikan masalah pendidikan.”

Save the Best for the Last: Beberapa Kata untuk Senbawers

Hai Senbawers!

Kalian ingat waktu kalian ngerjain mas Aji dengan bikin mbak Endah pura-pura marah karena alasan pekerjaan mas Aji kurang beres, satu kantor sembunyi di ruang GA, lampu dibuat mati, lalu mas Aji dibawa masuk dan tiba-tiba kue berlilin ulang tahun muncul dari balik pintu??? Lantas mas Aji yang tersentuh, sambil mata berkaca-kaca meniup kue itu sambil semua menyanyikan lagu ulang tahun.

Saya mau bilang, andai hati bisa dibaca, sebenarnya waktu itu ada satu orang lagi yang batinnya tersentuh. Guess who?

Karena tepat pada waktu itu lah saya jadi tahu, seberapa jauh kalian semua menghargai seseorang. Setiap orang. Benar-benar setiap orang. Tanpa melihat jabatan.

I couldn’t tell anyone earlier, but I’ve been through really tough times last year. And meeting you guys was the best thing that ever happened to me, since like, ever. I’m really thankful that I made a choice to join you.

[Dalam urutan alfabet] Bang Ucok, Bapak Hikmat, Ibu Evi, Ira –karena menolak dipanggil “Kak”, Kak Agi, Kak Aryo, Kak Ayu, Kak Dilla, Kak Haiva, Kak Ida, Kak Kimel, Kak Lisa, Kak Mega, Kak Ninin, Kak Satria, Kak Tio, Mas Aji, Mas Deni, Mas Herman, Mbak Endah, Mbak Fatma, Mbak Rina, Mbak Yani, Mega. Terima kasih sudah menerima, memberi kesempatan, menjadi teman, dan rekan.

Terima kasih juga untuk kado pulang dari kalian. Entah ini ide siapa sampai ngasih saya kado alat-alat dandan, parfum, bedak, sampai obat kumur. Tapi ngakak sih begitu saya buka di rumah. Pasti ini ide muncul karena kalian pikir saya bakal susah dapat pasangan? Haha, say no more, fam *smiley face*

Juga maafkan bila mungkin ada beberapa tanggung jawab saya yang terlewat, atau interaksi di kantor yang kurang berkenan. Sekalian, minal aidin wal faizin.

Abis lebaran saya balik.

Baca Bagian 1 – Intro

Baca Bagian 2 – Pengajar Muda


Headshot of Al Harkan

Hi, I'm Al, a Data Analyst and Media Researcher based in Indonesia. You can follow me on X/Twitter, see some of my work on GitHub, or connect with me on LinkedIn.